Analisis Hukum Tentang Sistem Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi

Adensi Timomor(1), Theodorus Pangalila(2),


(1) Prodi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Unversitas Negeri Manado
(2) Universitas Negeri Manado
Corresponding Author

Abstract


Dalam  hukum pidana peranan alat bukti dan proses pembuktian  sangat menentukan  suatu perkara  dapat dikatakan melanggar ukum atau tidak.Tindak Pidana Korupsi yang secara khusus  telah diatur dalam Undang-undang  Nomor  31  Tahun 1999  sebagaimana diubah dengan Undang-undang  Nomor 20 Tahun 2001 sebenarnya telah memiliki  cara pembuktian yang diharapkan dapat membantu  para penegak hukum  dalam mengungkap asal kekayaan  yang dimiliki oleh koruptor dengan cara terdakwa   wajib menjelaskan  dan meyakinkan  bahwa harta kekayaannya  bukanlah hasil korupsi.  Cara itu disebut pembuktian terbalik atau sistem pembalikan beban pembuktian (omkering van de bewijlast).  Hal-hal tersebut sangat jelas di atur dalam Pasal 12 B  ayat  (1) huruf  a, Pasal  37,  Pasal 37 A  ayat (1)  dan  Pasal  38 B.  Ketentuan pada Pada Pasal 37 Undang-undang Nomor  31  Tahun  1999 merupakan penyimpangan dari  Undang-undang  Nomor   8 Tahun  1981 tentang Hukum  Acara Pidana  dimana Jaksa yang wajib membuktikan suatu tindak pidana oleh terdakwa  dan bukan terdakwa. Seperti termuat pada Pasal 66 KUH Pidana.   Pasal   37 UU TPK tersebut telah menimbulkan dilematik  antara doktrin hukum pidana  dan konvensi internasional mengenai hak asasi manusia yang tidak mengakui  pembuktian terbalik untuk menentukan kasalahan tersangka,  juga akan diperhadapkan dengan asas praduga tak bersalah (presumption   of innocence) karena hal ini dapat berarti  dalam asas pembuktian terbalik  hakim telah berpraduga bahwa  terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana . Lain halnya dalam penjelasan  Pasal  66 KUH  Pidana  menyebutkan  bahwa ini  merupakan penjelmaan dari asas praduga tak bersalah.


References


Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet,1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Benuf, K., & Azhar, M. (2020). Metodologi penelitian hukum sebagai instrumen mengurai permasalahan hukum kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20-33.

Djaja Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Penerbit Sinar Grfika, 2010.

Djoko Sumaryanto, Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Gagasan Hukum, 2009.

Edyono Widodo Supriyadi, Pembebanan Pembktian Terbalik Dan Tantangannya, (Verification Resrved Imposition And It’s Challenges), Jurnal Lgislasi Indonesia, vol,8 No.2 Juni, 2011.

Gunawan, I. (2020). Perbuatan Melawan Hukum Dan Menyalahgunakan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi Dan Informasi Hukum Dan Masyarakat, 19(2), 165-185.

Guslan, O. F. (2018). Tinjauan Yuridis Mengenai Batasan Antara Perbuatan Maladministrasi Dengan Tindak Pidana Korupsi. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 4(1), 9-25.

Mohammad Zamroni. Telaahan Progresif: Implementasi Asas Pembuktian Terbalik (Reversed Onus) Terhadap Tindak Pidana Korupsi,Jurnal Legislasi Indonesia, vol, 8 No. 2 Juni, 2011.

Prastowo, R. B. (2006). Delik formil/materiil, sifat melawan hukum formil/materiil dan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi. Jurnal hukum pro Justitia, 24(3).

Pratama, M. R., & Januarsyah, M. P. Z. (2020). Penerapan Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi sebagai Subjek Tindak Pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Wawasan Yuridika, 4(2), 240-255.

Purnomo, M. A., & Soponyono, E. (2015). Rekonseptualisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh Polri Dalam Rangka Efektifitas Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Law Reform, 11(2), 230-240.

Rahim, A., & Mokobombang, M. (2020). Analisis Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi:(Studi Perkara Nomor: 22/Pid. Sus-TPK/2018/PN. Gto). Al-Mizan, 16(2), 225-248.

Rahmayanti, R., Maulana, M. A., Alvin, S., & Paly, N. E. L. (2020). Analisis Yuridis terhadap Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik Berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. JURNAL MERCATORIA, 13(1), 29-35.

Rumajar, J. O. (2014). Alasan Pemberhentian Penyidikan Suatu Tindak Pidana Korupsi. Lex Crimen, 3(4).

Sembiring, I. S., Sudarti, E., & Najemi, A. (2020). Urgensi Perumusan Perbuatan Memperdagangkan Pengaruh sebagai Tindak Pidana Korupsi. Undang: Jurnal Hukum, 3(1), 59-84.

Siahaan, M., & MM, S. (2019). Pembuktian terbalik dalam memberantas tindak pidana korupsi. Uwais Inspirasi Indonesia.

Sitompul, H. (2019). Penyertaan dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan, 6(2), 108-123.

Soerjono Soekanto dan Srimamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet 4, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Sofyan Andi dan Asis. Abd, HUKUM ACARA PIDANA Suatu Pengantar,Jakarta: Kencana PRENADAMEDIA GROUP,2014.

Sumaryanto, D. (2019). Harmonisasi Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum, 28(2), 108-122.

Wiyono, S., Samho, B., Pangalila, T., & Pasandaran, S. (2019). Kajian Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa untuk Mengembangkan Karakter Anti Korupsi. Jurnal Civic Education: Media Kajian Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(2), 15-21.


Full Text: PDF

Article Metrics

Abstract View : 126 times
PDF Download : 61 times

DOI: 10.36412/ce.v6i1.3509

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 Jurnal Civic Education: Media Kajian Pancasila dan Kewarganegaraan

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.